16 – Kandas di perbatasan Kombai dan Korowai-batu (1958)

Kali Murup
Kali Murup, anak kali Arup (1994)

Penyusup

Dengan sangat hati-hati Nanakheja mengendap-endap di hutan. Tadi dia dengar bunyi suara. Bukan satu dua suara. Banyak! Dia takut… Dari mana orang-orang itu? Apa yang mereka mau buat di sini? Di depan ada muara kali Khinu (1). Tampaknya mereka ada tinggal di sana. Ada bunyi orang potong kayu dan daun-daun… Dengan diam-diam Nanakheja semakin dekat ke tempat itu. Dalam tangannya dia pegang busur dan anak panahnya, siap membela diri.

Akhirnya dia begitu dekat sehingga dari balik semak-semak dia bisa lihat apa yang terjadi di sana.
Ada orang banyak, terlalu banyak untuk dihitung. Mereka sedang membangun bivak di pinggir kali. Tanpa bergerak Nanakheja mengintai semua. Pandangan orang itu seperti orang Papua, walaupun penampilan mereka sangat aneh. Ada banyak barang yang mereka bawa yang dia tidak kenal. Ada beberapa orang yang memanggul semacam tongkat panjang di atas bau mereka. Tetapi yang paling mengerikan adalah tiga orang yang kelihatannya seperti hantu! Warna kulit mereka pucat seperti kulit orang mati! Dan segera jelas bahwa mereka yang kulitnya hampir putih itu, adalah kepala rombongan yang telah menyusup ke dusunnya.

Detil peta patroli 1958
Detil peta patroli 1958

Siap!

Nanakheja gemetar ketakutan! Ini apa?! Apa yang mereka lakukan di sini ?! Dunia akan hancur kah?! Tidak jauh dari sini adalah Aremburu, tempat di mana Refafu tidur, dan kolam gempa bumi… Tempat itu tidak boleh diganggu! Nanti dunia rusak! Dia mau berteriak: pergi, pulang, dan jangan kembali! Dia takut, tetapi marah juga. Tapi dia sendirian saja, dan mereka di sana ada banyak… Dia mau buat apa?!
Tidak jauh dari tempat Nanakheja bersembunyi itu ada seorang Papua berdiri. Dia tidak bekerja, hanya berdiri menonton saja. Dia berdiri di sana sebagai sasaran empuk… Inilah kesempatan! Dengan hati-hati Nanakheja meletakkan anak panah di busurnya. Lalu dia tarik tali busur, dan mengarahkan anak panahnya kepada orang yang berdiri di sana tanpa curiga. Sesaat kemudian panah itu lepas dan terbang menuju sasarannya…

 

Bijkerk
Makan di bivak di pinggir kali, pada patroli awal 1958.

Berkelana di hutan

Sudah delapan hari sejak patroli berangkat dari lokasi pesta ulat sagu. Awalnya mereka ingin pergi ke utara, tetapi tiap kali jalan setapak membelok ke timur lagi, sehingga akhirnya mereka putus untuk menembus ke kali Arup dulu.(2) Dengan demikian akhirnya mereka tiba di Firiwage. Karena kapal Ichtus belum tiba di sana, mereka ambil keputusan untuk jalan ke utara lagi ikut kali Arup. Siapa tahu, mungkin saja merera bisa mencapai kali Becking melalui jalan itu. Ada lima orang pemandu dari Firiwage yang ikut. Tetapi setelah beberapa jam mereka sudah tidak mau ikut lagi. Jalan di atas kami tidak tahu, kata mereka, orang di atas itu adalah orang jahat!
Jadi patroli jalan terus tanpa pemandu lokal. Kadang-kadang ada jalan hutan yang mereka mengikuti, kadang-kadang mereka harus potong rintis. Mereka melewati kebun dan rawa sagu. Beberapa kali mereka temukan tulang-tulang manusia tergantung di pohon-pohon. Mereka berkembang perlahan, terkadang berputar-putar. Semangat orang yang memikul barang itu semakin hilang. Pada satu saat, ketika mereka melintasi kebun besar, mereka lihat empat orang yang melarikan diri. Juru bahasa coba memanggil mereka kembali, tetapi tidak berhasil. Salah satu dari orang-orang itu berteriak: jaga dirimu!

Kandas

Pada hari keempat, mereka sudah tidak ada harapan lagi untuk mencapai kali Becking. Siang hari mereka sampai ke muara salah satu anak kali Murup. Di sana mereka berhenti untuk membuat bivak. Rencana besok mau pulang lagi ke Firiwage.

Ketika mereka membersihkan tempat untuk bivak itu, mereka terkejut menemukan jeriken tua yang rusak. Dinding sampingnya rupanya telah dihancurkan oleh jahitan bayonet. Ketika mereka melihat sekeliling, mereka menemukan beberapa kaleng tua lain lagi. Rupanya sekitar 20 meter dari bivak yang mereka sedang membangun, pernah ada bivak lain. Ternyata ada ekspedisi lain yang pernah berkemah di tempat yang sama, bertahun-tahun yang lalu…(3)

 

Wanggumop
Wanggumop (foto sekitar 1960)

Diserang

Saat mereka membangun bivak, keamanan diperketat. Tadi siang mereka melihat asap mengepul di hutan, pertanda bahwa ada orang tinggal dekat di situ. Orang Kombai kah? Atau orang Korowai kah?
Wanggumop, kepala kampung Kouh yang ikut pada patroli itu, berdiri menonton. Dia waspada. Mereka berada di daerah yang mereka sama sekali tidak kenal. Dekat di sini pasti ada orang tinggal di rumah-rumah tinggi. Dan dia sudah lihat tulang-tulang manusia itu. Wanggumop berhati-hati, karena di sini begitu saja mereka dapat disergap.
Sementara dia berdiri di sana, tiba-tiba Wanggumop dengar bunyi tali busur yang dilepaskan. Dia langsung mengerti, dan segera jatuh ke tanah. Orang lain yang melihat hal itu mengikuti teladannya.
Dari belakang semak-semak, Nanakheja lihat Wanggumop jatuh. Dia segera menarik kesimpulan bahwa dia telah kena targetnya. Dia mengerti bahwa sekarang dia harus cepat keluar dari tempat ini, sebelum mereka bisa menangkapnya! Secepat mungkin dia mundur dan melarikan diri jauh ke dalam hutan.

 

rumah tingi
Rumah tinggi di daerah Kombai, 1980

Takut

Dengan jalan memutar Nanakheja kembali ke rumah tingginya. Sudah mulai gelap waktu dia tiba di sana. Cepat ia naik ke atas. Istri dan anak-anaknya menunggu duduk dekat di tempat-tempat api. Ketika dia menceritakan apa yang terjadi,dan  bahwa dia sudah panah orang, mereka terkejut. Weeeh! Bahaya sekali! Kalau saja orang lain dari rombongan itu tidak mengejarnya sampai di rumah tinggi mereka! Dan ketika mereka mendengar tentang tiga orang yang tampak seperti hantu, tercekam hati mereka!

Mereka masih ingat baik bahwa dahulu kala juga sudah pernah rombongan orang aneh lewat di sini. Dalam kelompok itu juga ada orang seperti hantu. Waktu itu, rombongan itu pun buat bivak di muara kali Khinu, di tempat yang persis sama! Mereka kemudian pergi lagi. Harap orang-orang ini juga segera menghilang lagi!

Di antara orang di rumah tinggi itu ada seorang anak laki-laki yang umurnya sekitar delapan tahun. Bertahun-tahun kemudian dia masih ingat dan bercerita. Kami semua takut sekali! Malam itu kami hampir tidak bisa tidur, karena takut balas dendam polisi!

 

Drost Bijkerk Peters
Makanan malan dalan bevak, patroli awal 1958. Dari kiri ke Kanan: pdt Drost, dokter Bijkerk, HPB Peters

Tidak takut

Di tempat bivak, sesudah insiden itu orang menjadi lebih takut lagi. Pengawasan polisi diperketat. Tetapi karena tidak ada apa-apa yang terjadi, mereka tarik kesimpulan bahwa itu alarm palsu. Mereka kerja terus lagi. Ketika bivak sudah selesai, mereka pergi mandi di kali. Sesudah itu mereka duduk makan minum. Malam itu mereka pergi tidur seperti biasa. Ternyata tidak ada bahaya.

 

Dokter Bijkerk cabut gigi

Dokter Bijkerk cabut gigi de depan bivak di patroli di daerah Kombai pada awal 1958.

Kembali ke Firiwage

Karena mereka hampir kehabisan makanan, pemimpin patroli, HPB bapak Peters, mengambil keputusan untuk tinggal dua malam di tempat itu. Besok pagi dia kirim kelompok orang di bawah pengawasan beberapa tenaga polisi pergi memangkur sagu. Mungkin saat itulah dokter Bijkerk membantu satu anggota patroli menyingkirkan sakit giginya. Hari berikut mereka semua berangkat lagi, kembali ke Firiwage, untuk jemput kapal Ichtus di sana.

Ketika tidak ada apa-apa yang terjadi malam itu, dari jauh Nanakheja memperhatikan patroli itu dengan cermat. Setelah malam kedua, ketika dia melihat mereka bubar dan pulang, dia bernafas lega. Untungnya, semua berakhir dengan baik. Dan harap mereka tidak akan pernah kembali! (4)

 

Tomas Weremba
Bpk Tomas Weremba (foto 1981)

Injil masuk

Baru setelah hampir 25 tahun ada seorang asing lagi yang datang ke tempatnya. Seorang Papua yang sudah mulai tua, dari Kouh. Namanya Tomas Weremba. Dia datang kunjungi Nanakheja dan orang lain di rumah-rumah tinggi di daerah itu. Dengan demikian dia membangun hubungan dengan mereka. Perlahan-lahan mereka belajar untuk mempercayainya. Setelah beberapa bulan akhirnya ada cela untuk bapak Tomas bercerita mengenai Yesus. Dengan demikian akhirnya Injil mulai masuk di daerah yang pada tahun 1958 masih tidak mau terima orang dari luar.

 

Catatan

  1. Kali Khinu adalah anak kali Murup, yang adalah anak kali Arup.
  2. Menurut peta pendeta Drost, patroli melewati jauh ke selatan dari Wanggemalo. Ada orang Kombai yang kemudian bercerita bahwa pendeta Drost jalan di sebelah utara dari Wanggemalo. Tetapi karena patroli tidak tembus di dekat Kharuwakhe, tetapi jauh lebih ke selatan di dekat Firiwage, tampaknya masuk akal bahwa peta Drost itu benar.
  3. Kemungkinan besar, bivak lama itu dari ekspedisi Belanda yang bernama Van Stockum. Pada awal tahun 1950 ia berangkat dari Tanah Merah untuk mencari emas di wilayah kali Kasuari atas. Dia sewa 15 orang Mandobo di Tanah Merah, kemudian ditambah dengan beberapa orang Mandobo dari kampung Wayop. Hal yang luar biasa adalah bahwa ia mau melakukan perjalanannya di darat melalui daerah Mandobo, dengan menggunakan 10 ekor kuda. Tentu itu bodoh. Dua kuda sudah mati sebelum mereka tiba di Kampung Wayop. Pada saat itu dia mulai mengerti bahwa tidak guna membawa kuda, dan dia kirim delapan kuda yang masih hidup itu kembali ke Tanah Merah.
    Selain bodoh, ia juga seorang yang sikapnya terlalu keras, sehingga orang yang disewanya mulai sangat membenci dia. Ketika mereka sampai ke muara kali Arup, makanan yang mereka bawa sudah habis, sehingga harus mencari makan di hutan. Dengan paksa dia mendorong orang untuk melanjutkan perjalanan. Akhirnya mereka sampai suatu kali yang bernama kali Bege; katanya, itu anak kali Kasuari. Pada akhirnya orang Mandobo yang disewana bersepakat untuk membunuh dia, bersama dengan anak piaranya dan temannya, seorang Indo-Belanda. Itu terjadi pada 16 Juni 1950, di bivak Awoejam (nama dari gunung Awoejam). Kepala orang yang membunuh mereka adalah seorang dari Tanah Tinggi yang bernama Rewop, yang biasa disebut Pengkor.
    Sesudah itu, Pengkor dorang mencuri senjata-senjata api yang dibawa oleh Van Stockum, empat karaben Mauser, dan 1 pistol. Dalam perjalanan kembali melalui daerah Mandobo, mereka membunuh banyak orang, antara lain orang dari fam Giwop, yang adalah musuh mereka. Lagi pula mereka merampok sejumlah gadis menjadi istri mereka. Ketika mereka kembali di Tanah Merah, masalah itu terungkap. Pada tanggal 23 December 1950, mereka dihukum. Pengkor dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Karena perilaku yang baik, dia dibebaskan sekitar tahun 1960, dan kembali ke Tanah Tinggi.

    Rewob Pengkor
    Rewop, yang juga disebut Pengkor, dari Tanah Tinggi (1956)
  4. Ada pertanyaan untuk para pembaca: apakah Anda pernah mendengar tentang Nanakheja? Apakah Anda mungkin tahu nama famnya? Mungkin ada orang dari Kharuwakhe kah yang tahu nama anak lelaki yang pada tahun 1958 tinggal di rumah Nanakheja? Mohon memberitakan kepada saya kalau Anda ada tambahan informasi!

Sumber

  • H. Bijkerk, Verslag Toernee naar het Manggono- en Arupgebied van 10 februari t/m 6 maart 1958, No.: 338/Tm5, Tanah Merah 15 mei 1958. Rapport aan de Directeur van Gezondheidszorg te Hollandia Binnen. (Milik pribadi, salinan diterima dari pdt Drost)
  • Catatan-catatan saya mengenai informasi yang pada tahun 1984 saya terima melalui bapak Tomas Weremba dari anak itu (yang saat itu jelas sudah orang dewasa)
  • Korespondensi pribadi dengan pdt Drost, 1984/1985.
  • Dua artikel koran tulisan penulis Anthony van Kampen mengenai ekspedisi Van Stockum; Leeuwarder Courant, 29 dan 31 Maret 1962 (dengan foto Pengkor).